7/15/2013

LEPASNYA PULAU SIPADAN DAN LIGITAN DARI NKRI

| 7/15/2013
Pulau Sipadan dan Ligitan merupakan pulau kecil
yang luasnya 23 hektar. Pulau Ligitan terdiri dari semak
belukar dan pohon. Sementara itu, Sipadan merupakan
pucuk gunung merapi di bawah permukaan laut dengan
ketinggian sekitar 700 meter. Sampai 1980-an, dua pulau
ini tak berpenghuni.
Bagi Indonesia dan Malaysia, dua pulau ini punya
arti penting, yakni batas tegas antardua negara. Sengketa
pemilik Sipadan dan Ligitan sebenarnya sudah terjadi
sejak masa kolonial antara pemerintah Hindia Belanda
dan Inggris. Pulau Sipadan pernah dimasukkan dalam
Peraturan tentang Perlindungan Penyu (Turtle Preservation
Ordinance) oleh pemerintah Inggris pada 1917. Keputusan
ini ditentang pemerintah Hindia Belanda yang merasa
memiliki pulau tersebut. Sengketa kepemilikan pulau itu
tak kunjung reda, meski gejolak bisa teredam. Sengketa
Sipadan dan Ligitan kembali muncul ke permukaan pada
1969. Sayang, tak ada penyelesaian tuntas sehingga kasus ini kembali mengambang. Pemerintah Indonesia - Malaysia akhirnya sepakat membawa kasus ini ke Mahkamah Internasional (MI) pada tahun 1997. Dalam putusan MI yang jatuh pada 17 Desember 2002, Indonesia dinyatakan kalah. Untuk menghadapi sengketa ini Indonesia sampai menyewa lima penasihat hukum asing dan tiga peneliti asing untuk membuktikan kepemilikannya.
Sayang, segala upaya itu mentah di depan 17 hakim MI. Malaysia dimenangkan oleh 16 hakim, sementara hanya 1 orang yang berpihak kepada Indonesia. Dari 17 hakim itu, 15 merupakan hakim tetap dari MI, sementara satu hakim merupakan pilihan Malaysia dan satu lagi dipilih oleh Indonesia. Kemenangan Malaysia, kata Menteri Luar Negeri Hasan Wirajuda berdasarkan pertimbangan efektivitas (effectivitee), yaitu pemerintah Inggris (penjajah Malaysia) telah melakukan tindakan administratif secara nyata berupa penerbitan peraturan perlindungan satwa burung, pungutan pajak terhadap pengumpulan telur penyu sejak tahun 1930, dan operasi mercu suar sejak 1960-an. Pemerintah Indonesia menyatakan rasa kecewa yang mendalam bahwa upaya yang dilakukan oleh empat pemerintahan Indonesia sejak tahun 1997.
Namun, kita berkewajiban untuk menghormati Persetujuan Khusus untuk bersama-sama mengajukan sengketa kedua pulau ini ke MI pada 31 Mei 1997. Lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan ini sebenarnya peringatan penting bagi pemerintah untuk lebih memperhatikan pulau-pulau kecil yang berserakan. Indonesia memiliki 17.506 pulau. Sebagian pulau sudah berpenghuni dan bernama. “Tapi masih banyak yang kosong dan tidak punya nama,”. Yang paling mengkhawatirkan tentu saja pulau-pulau yang berbatasan dengan negara lain.
Sumber : Diolah kembali dari Tempo.co.id dan TEMPO INTERAKTIF Negara Berpagar Belasan Ribu Pulau 08 Maret 2005 | 21:18 WIB 2005
Selain melalui kegiatan organisasi profesi, tindakan upaya membela negara dapat dilakukan melalui sekolah (khususnya melalui PKN) misalnya pembinaan sikap dan prilaku nasionalisme, patriotisme, dan membela kebenaran dan keyakinan pada Pancasila dan UUD 1945.
Demikianlah beberapa contoh sederhana yang menunjukkan tindakan upaya bela negara. Tentu saja masih banyak contoh lain. Silakan mencari contoh lain terutama yang berkaitan dengan ancaman non-tradisional (non-militer) yang dihadapi bangsa dan negara kita saat ini.

Related Posts

No comments:

7/15/2013

LEPASNYA PULAU SIPADAN DAN LIGITAN DARI NKRI

Pulau Sipadan dan Ligitan merupakan pulau kecil
yang luasnya 23 hektar. Pulau Ligitan terdiri dari semak
belukar dan pohon. Sementara itu, Sipadan merupakan
pucuk gunung merapi di bawah permukaan laut dengan
ketinggian sekitar 700 meter. Sampai 1980-an, dua pulau
ini tak berpenghuni.
Bagi Indonesia dan Malaysia, dua pulau ini punya
arti penting, yakni batas tegas antardua negara. Sengketa
pemilik Sipadan dan Ligitan sebenarnya sudah terjadi
sejak masa kolonial antara pemerintah Hindia Belanda
dan Inggris. Pulau Sipadan pernah dimasukkan dalam
Peraturan tentang Perlindungan Penyu (Turtle Preservation
Ordinance) oleh pemerintah Inggris pada 1917. Keputusan
ini ditentang pemerintah Hindia Belanda yang merasa
memiliki pulau tersebut. Sengketa kepemilikan pulau itu
tak kunjung reda, meski gejolak bisa teredam. Sengketa
Sipadan dan Ligitan kembali muncul ke permukaan pada
1969. Sayang, tak ada penyelesaian tuntas sehingga kasus ini kembali mengambang. Pemerintah Indonesia - Malaysia akhirnya sepakat membawa kasus ini ke Mahkamah Internasional (MI) pada tahun 1997. Dalam putusan MI yang jatuh pada 17 Desember 2002, Indonesia dinyatakan kalah. Untuk menghadapi sengketa ini Indonesia sampai menyewa lima penasihat hukum asing dan tiga peneliti asing untuk membuktikan kepemilikannya.
Sayang, segala upaya itu mentah di depan 17 hakim MI. Malaysia dimenangkan oleh 16 hakim, sementara hanya 1 orang yang berpihak kepada Indonesia. Dari 17 hakim itu, 15 merupakan hakim tetap dari MI, sementara satu hakim merupakan pilihan Malaysia dan satu lagi dipilih oleh Indonesia. Kemenangan Malaysia, kata Menteri Luar Negeri Hasan Wirajuda berdasarkan pertimbangan efektivitas (effectivitee), yaitu pemerintah Inggris (penjajah Malaysia) telah melakukan tindakan administratif secara nyata berupa penerbitan peraturan perlindungan satwa burung, pungutan pajak terhadap pengumpulan telur penyu sejak tahun 1930, dan operasi mercu suar sejak 1960-an. Pemerintah Indonesia menyatakan rasa kecewa yang mendalam bahwa upaya yang dilakukan oleh empat pemerintahan Indonesia sejak tahun 1997.
Namun, kita berkewajiban untuk menghormati Persetujuan Khusus untuk bersama-sama mengajukan sengketa kedua pulau ini ke MI pada 31 Mei 1997. Lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan ini sebenarnya peringatan penting bagi pemerintah untuk lebih memperhatikan pulau-pulau kecil yang berserakan. Indonesia memiliki 17.506 pulau. Sebagian pulau sudah berpenghuni dan bernama. “Tapi masih banyak yang kosong dan tidak punya nama,”. Yang paling mengkhawatirkan tentu saja pulau-pulau yang berbatasan dengan negara lain.
Sumber : Diolah kembali dari Tempo.co.id dan TEMPO INTERAKTIF Negara Berpagar Belasan Ribu Pulau 08 Maret 2005 | 21:18 WIB 2005
Selain melalui kegiatan organisasi profesi, tindakan upaya membela negara dapat dilakukan melalui sekolah (khususnya melalui PKN) misalnya pembinaan sikap dan prilaku nasionalisme, patriotisme, dan membela kebenaran dan keyakinan pada Pancasila dan UUD 1945.
Demikianlah beberapa contoh sederhana yang menunjukkan tindakan upaya bela negara. Tentu saja masih banyak contoh lain. Silakan mencari contoh lain terutama yang berkaitan dengan ancaman non-tradisional (non-militer) yang dihadapi bangsa dan negara kita saat ini.

No comments: