Dalam upaya perlindungan dan penegakan HAM telah dibentuk lembaga – lembaga resmi oleh pemerintah seperti Komnas HAM, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Peradilan HAM dan lembaga – lembaga yang dibentuk oleh masyarakat terutama dalam bentuk LSM pro-demokrasi dan HAM. Uraian masing – masing sebagai berikut.
a. Komnas HAM
Komisi Nasional (Komnas) HAM pada awalnya dibentuk dengan Keppres Nomor 50 Tahun 1993. Pembentukan komisi ini merupakan jawaban terhadap tuntutan masyarakat maupun tekanan dunia internasional tentang perlunya penegakan hak asasi manusia di Indonesia. Kemudian dengan lahirnya UURI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang didalamnya mengatur tentang Komnas HAM ( Bab VIII, pasal 75 s/d. 99) maka Komnas HAM yang terbentuk dengan Kepres tersebut harus menyesuaikan dengan UURI Nomor 39 Tahun 1999. Komnas HAM bertujuan:
1) membantu pengembangan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia.
2) meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.
Untuk melaksanakan tujuan tersebut, Komnas HAM melaksanakan fungsi sebagai berikut :
1) Fungsi pengkajian dan penelitian.
Untuk melaksanakan fungsi ini, Komnas HAM berwenang antara lain:
a) melakukan pengkajian dan penelitian berbagai instrumen internasional dengan tujuan memberikan saran - saran mengenai kemungkinan aksesi dan atau ratifikasi.
b) melakukan pengkajian dan penelitian berbagai peraturan perundang-undangan untuk memberikan rekomendasi mengenai pembentukan, perubahan dan pencabutan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak asasi manusia.
2) Fungsi penyuluhan.
Dalam rangka pelaksanaan fungsi ini, Komnas HAM berwenang:
a) menyebarluaskan wawasan mengenai hak asasi manusia kepada masyarakat Indonesia.
b) meningkatkan kesadaran masyarakat tentang hak asasi manusia melalui lembaga pendidikan formal dan non formal serta berbagai kalangan lainnya.
c) kerjasama dengan organisasi, lembaga atau pihak lain baik tingkat nasional, regional, maupun internasional dalam bidang hak asasi manusia.
3) Fungsi pemantauan.
Fungsi ini mencakup kewenangan antara lain:
a) pengamatan pelaksanaan hak asasi manusia dan penyusunan laporan hasil pengamatan tersebut.
b) penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul dalam masyarakat yang patut diduga terdapat pelanggaran hak asasi manusia.
c) pemanggilan kepada pihak pengadu atau korban maupun pihak yang diadukan untuk dimintai atau didengar keterangannya.
d) pemanggilan saksi untuk dimintai dan didengar kesaksiannya, dan kepada saksi pengadu diminta menyerahkan bukti yang diperlukan.
e) peninjauan di tempat kejadian dan tempat lainnya yang dianggap perlu.
f) pemanggilan terhadap pihak terkait untuk memberikan keterangan secara tertulis atau menyerahkan dokumen yang diperlukan sesuai dengan aslinya dengan persetujuan Ketua Pengadilan.
g) pemeriksaan setempat terhadap rumah, pekarangan, bangunan dan tempat lainnya yang diduduki atau dimiliki pihak tertentu dengan persetujuan Ketua Pengadilan.
h) pemberian pendapat berdasarkan persetujuan Ketua Pengadilan terhadap perkara tertentu yang sedang dalam proses peradilan, bilamana dalam perkara tersebut terdapat pelanggaran hak asasi manusia dalam masalah publik dan acara pemeriksaan oleh pengadilan yang kemudian pendapat Komnas HAM tersebut wajib diberitahukan oleh hakim kepada para pihak.
4) Fungsi mediasi.
Dalam melaksanakan fungsi mediasi Komnas HAM berwenang untuk melakukan :
a) perdamaian kedua belah pihak.
b) penyelesaian perkara melalui cara konsultasi, negosiasi, konsiliasi, dan penilaian ahli.
c) pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui pengadilan.
d) penyampaian rekomendasi atas sesuatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya.
e) penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada DPR RI untuk ditindaklanjuti.
Bagi setiap orang dan atau kelompok yang memiliki alasan kuat bahwa hak asasinya telah dilanggar dapat mengajukan laporan dan pengaduan lisan atau tertulis pada Komnas HAM. Pengaduan hanya akan dilayani apabila disertai dengan identitas pengadu yang benar dan keterangan atau bukti awal yang jelas tentang materi yang diadukan.
b. Pengadilan HAM
Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan peradilan umum dan berkedudukan di daerah kabupaten atau kota. Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus terhadap pelanggaran HAM berat yang meliputi kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan (UURI Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM)
Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompk bangsa, ras, kelompok, etnis, dan agama. Cara yang dilakukan dalam kejahatan genosida, misalnya ; membunuh, tindakan yang mengakibatkan penderitaan fisik atau mental, menciptakan kondisi yang berakibat kemusnahan fisik, memaksa tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran, memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain. Sedangkan yang dimaksud kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil. Kejahatan terhadap kemanusiaan misalnya:
1) pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, penyiksaan;
2) pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
3) perampasan kemerdekaan atau perampasan kemerdekaan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar ketentuan pokok hukum internasional;
4) perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara;
5) penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin, atau alasan lain yang diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;
6) penghilangan orang secara paksa (penangkapan, penahanan, atau penculikan disertai penolakan pengakuan melakukan tindakan tersebut dan pemberian informasi tentang nasib dan keberadaan korban dengan maksud melepaskan dari perlindungan hukum dalam waktu yang panjang);
7) kejahatan apartheid (penindasan dan dominasi oleh
suatu kelompok ras atas kelompok ras atau kelompok
lain dan dilakukan dengan maskud untuk mempertah-
an peraturan pemerintah yang sedang berkuasa atau
rezim).
Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa
dan memutus perkara pelanggaran HAM yang berat.
Pengadilan HAM juga berwenang memeriksa dan memutus
perkara pelanggaran HAM yang berat yang dilakukan
di luar batas territorial wilayah negara RI oleh Warga
Negara Indonesia (WNI). Disamping itu juga dikenal
Pengadilan HAM Ad Hoc, yang diberi kewenangan untuk
mengadili pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum
di undangkannya UURI Nomor 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan HAM. Oleh karena itu pelanggaran HAM berat
tidak mengenal kadaluwarsa. Dengan kata lain adanya
Pengadilan HAM Ad Hoc merupakan pemberlakuan asas
retroactive (berlaku surut) terhadap pelanggaran HAM
berat.
c. Komisi Nasional Perlindungan Anak dan Komisi
Perlindungan Anak Indonesia
Komisi National Perlindungan Anak (KNPA) ini
lahir berawal dari gerakan nasional perlindungan anak
yang sebenarnya telah dimulai sejak tahun
1997. Kemudian pada era reformasi, tanggung
jawab untuk memberikan perlindungan anak
diserahkan kepada masyarakat.
Tugas KNPA melakukan perlindungan
anak dari perlakuan, misalnya: diskriminasi,
eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual,
penelantaraan, kekejaman, kekerasan,
penganiayaan, ketidakadilan dan perlakuan salah yang
lain. KNPA juga yang mendorong lahirnya UURI Nomor 23
Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Disamping KNPA juga dikenal KPAI (Komisi
Perlindungan Anak Indonesia). KPAI dibentuk berdasarkan
amanat pasal 76 UU RI Nomor 23 Tahun 2002. Komisi Perlindungan Anak Indonesia bertugas :
a. melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlin-dungan anak
b. mengumpulkan data dan informasi, menerima penga-duan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.
c. memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak.
Misalnya untuk tugas memberikan masukan kepada Presiden/pemerintah KPAI meminta pemerintah segera membuat undang – undang larangan merokok bagi anak atau setidak-tidaknya memasukan pasal larangan merokok bagi anak dalam UU Kesehatan (yang sedang dalam proses amandemen) dan atau UU Kesejahteraan Sosial (yang sedang dalam proses pembuatan). KPAI sangat prihatin karena jumlah anak yang merokok cenderung semakin meningkat. KPAI menunjukan data perkembangan anak yang merokok dari tahun 2001–2004 sebagai berikut:
1) Jumlah perokok pemula usia 5-9 tahun meningkat 400% (dari 0,89% menjadi 1,8 %);
2) Perokok usia 10-14 tahun naik 21 % (dari 9,5 % menjadi 11,5 %);
3) Perokok usia 15-19 tahun naik menjadi 63,9% ;
KPAI juga mencatat konsumsi rokok tahun 2006 mencapai 230 milyar batang padahal tahun 1970 baru 33 milyar, akibatnya 43 juta anak terancam penyakit mematikan (Wawancara Ketua KPAI dengan RCTI tanggal 15 Februari 2008)
d. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan dibentuk berdasarkan Keppres Nomor 181 Tahun 1998. Dasar pertimbangan pembentukan Komisi Nasional ini adalah sebagai upaya mencegah terjadinya dan menghapus segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. Komisi Nasional ini bersifat independen dan bertujuan:
a. menyebarluaskan pemahaman tentang bentuk
kekerasan terhadap perempuan.
b. mengembangkan kondisi yang kondusif bagi
penghapusan bentuk kekerasan terhadap perempuan.
c. Meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan
segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan hak
asasi perempuan.
Dalam rangka mewujudkan tujuan di atas, Komisi
Nasional ini memiliki kegiatan sebagai berikut:
1) penyebarluasan pemahaman, pencegahan, penanggu-
langan, penghapusan segala bentuk kekerasan terha-
dap perempuan.
2) pengkajian dan penelitian terhadap berbagai instrumen
PBB mengenai perlindungan hak asasi manusia
terhadap perempuan.
3) pemantauan dan penelitian segala bentuk
kekerasan terhadap perempuan dan mem-
berikan pendapat, saran dan pertimba-
ngan kepada pemerintah.
4) penyebarluasan hasil pemantauan dan
penelitian atas terjadinya kekerasan ter-
hadap perempuan kepada masyarakat.
5) pelaksanaan kerjasama regional dan
internasional dalam upaya pencegahan
dan penanggulangan kekerasan terhadap perempuan.
e. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi dibentuk
berdasarkan UURI Nomor 27 Tahun 2004 tentang Komisi
Kebenaran dan Rekonsiliasi. Keberadan Komisi Kebenaran
dan Rekonsiliasi (KKR) untuk :
1) Memberikan alternatif penyelesaian pelanggaran HAM
berat di luar Pengadilan HAM ketika penyelesaian
pelanggaran HAM berat lewat pengadilan HAM dan
pengadilan HAM Ad Hoc mengalami kebuntuan;
2) Sarana mediasi antara pelaku dengan korban pelanggaran HAM berat untuk menyelesaikan di luar pengadilan HAM.
Dengan demikian diharapkan masalah pelanggaran HAM berat dapat diselesaikan, sebab kalau tidak dapat diselesaikan maka akan menjadi ganjalan bagi upaya menciptakan rasa keadilan dan kebenaran dalam masyarakat. Apabila rasa keadilan dan keinginan masyarakat untuk mengungkap kebenaran dapat diwujudkan, maka akan dapat diwujudkan rekonsiliasi (perdamaian/perukunan kembali). Rekonsiliasi ini penting agar kehidupan berbangsa dan bernegara dapat dihindarkan dari konflik dan dendam sejarah yang berkepanjangan antar sesama anak bangsa. Perdamaian sesama anak bangsa merupakan modal utama untuk membangun bangsa dan negara ini ke arah kemajuan dalam segala bidang.
f. LSM Pro-demokrasi dan HAM
Disamping lembaga penegakan hak asasi manusia yang dibentuk oleh pemerintah, masyarakat juga mendirikan berbagai lembaga HAM. Lembaga HAM bentukan masyarakat terutama dalam bentuk LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) atau NGO (Non Governmental Organization) yang programnya berfokus pada upaya pengembangan kehidupan yang demokratis (demokratisasi) dan pengembangan HAM. LSM ini sering disebut sebagai LSM Prodemokrasi dan HAM. Yang termasuk LSM ini antara lain YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia), Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan), Elsam (Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat), PBHI (Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Indonesia).
LSM yang menangani berbagai aspek HAM, sesuai dengan minat dan kemampuannya sendiri pada umumnya terbentuk sebelum didirikannya Komnas HAM.
Dalam pelaksanaan perlindungan dan penegakkan HAM, LSM tampak merupakan mitra kerja Komnas HAM. Misalnya, LSM mendampingi para korban pelanggaran HAM ke Komnas HAM.
Di berbagai daerah-pun kini telah berkembang pesat LSM dengan minat pada aspek HAM dan demokrasi maupun aspek kehidupan yang lain. Misalnya di Yogyakarta terdapat kurang lebih 22 LSM. LSM di daerah Yogyakarta ada yang merupakan cabang dari LSM Pusat (Nasional) juga ada yang berdiri sendiri.
2/15/2013
Kelembagaan HAM
Dalam upaya perlindungan dan penegakan HAM telah dibentuk lembaga – lembaga resmi oleh pemerintah seperti Komnas HAM, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Peradilan HAM dan lembaga – lembaga yang dibentuk oleh masyarakat terutama dalam bentuk LSM pro-demokrasi dan HAM. Uraian masing – masing sebagai berikut.
a. Komnas HAM
Komisi Nasional (Komnas) HAM pada awalnya dibentuk dengan Keppres Nomor 50 Tahun 1993. Pembentukan komisi ini merupakan jawaban terhadap tuntutan masyarakat maupun tekanan dunia internasional tentang perlunya penegakan hak asasi manusia di Indonesia. Kemudian dengan lahirnya UURI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang didalamnya mengatur tentang Komnas HAM ( Bab VIII, pasal 75 s/d. 99) maka Komnas HAM yang terbentuk dengan Kepres tersebut harus menyesuaikan dengan UURI Nomor 39 Tahun 1999. Komnas HAM bertujuan:
1) membantu pengembangan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia.
2) meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.
Untuk melaksanakan tujuan tersebut, Komnas HAM melaksanakan fungsi sebagai berikut :
1) Fungsi pengkajian dan penelitian.
Untuk melaksanakan fungsi ini, Komnas HAM berwenang antara lain:
a) melakukan pengkajian dan penelitian berbagai instrumen internasional dengan tujuan memberikan saran - saran mengenai kemungkinan aksesi dan atau ratifikasi.
b) melakukan pengkajian dan penelitian berbagai peraturan perundang-undangan untuk memberikan rekomendasi mengenai pembentukan, perubahan dan pencabutan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak asasi manusia.
2) Fungsi penyuluhan.
Dalam rangka pelaksanaan fungsi ini, Komnas HAM berwenang:
a) menyebarluaskan wawasan mengenai hak asasi manusia kepada masyarakat Indonesia.
b) meningkatkan kesadaran masyarakat tentang hak asasi manusia melalui lembaga pendidikan formal dan non formal serta berbagai kalangan lainnya.
c) kerjasama dengan organisasi, lembaga atau pihak lain baik tingkat nasional, regional, maupun internasional dalam bidang hak asasi manusia.
3) Fungsi pemantauan.
Fungsi ini mencakup kewenangan antara lain:
a) pengamatan pelaksanaan hak asasi manusia dan penyusunan laporan hasil pengamatan tersebut.
b) penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul dalam masyarakat yang patut diduga terdapat pelanggaran hak asasi manusia.
c) pemanggilan kepada pihak pengadu atau korban maupun pihak yang diadukan untuk dimintai atau didengar keterangannya.
d) pemanggilan saksi untuk dimintai dan didengar kesaksiannya, dan kepada saksi pengadu diminta menyerahkan bukti yang diperlukan.
e) peninjauan di tempat kejadian dan tempat lainnya yang dianggap perlu.
f) pemanggilan terhadap pihak terkait untuk memberikan keterangan secara tertulis atau menyerahkan dokumen yang diperlukan sesuai dengan aslinya dengan persetujuan Ketua Pengadilan.
g) pemeriksaan setempat terhadap rumah, pekarangan, bangunan dan tempat lainnya yang diduduki atau dimiliki pihak tertentu dengan persetujuan Ketua Pengadilan.
h) pemberian pendapat berdasarkan persetujuan Ketua Pengadilan terhadap perkara tertentu yang sedang dalam proses peradilan, bilamana dalam perkara tersebut terdapat pelanggaran hak asasi manusia dalam masalah publik dan acara pemeriksaan oleh pengadilan yang kemudian pendapat Komnas HAM tersebut wajib diberitahukan oleh hakim kepada para pihak.
4) Fungsi mediasi.
Dalam melaksanakan fungsi mediasi Komnas HAM berwenang untuk melakukan :
a) perdamaian kedua belah pihak.
b) penyelesaian perkara melalui cara konsultasi, negosiasi, konsiliasi, dan penilaian ahli.
c) pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui pengadilan.
d) penyampaian rekomendasi atas sesuatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya.
e) penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada DPR RI untuk ditindaklanjuti.
Bagi setiap orang dan atau kelompok yang memiliki alasan kuat bahwa hak asasinya telah dilanggar dapat mengajukan laporan dan pengaduan lisan atau tertulis pada Komnas HAM. Pengaduan hanya akan dilayani apabila disertai dengan identitas pengadu yang benar dan keterangan atau bukti awal yang jelas tentang materi yang diadukan.
b. Pengadilan HAM
Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan peradilan umum dan berkedudukan di daerah kabupaten atau kota. Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus terhadap pelanggaran HAM berat yang meliputi kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan (UURI Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM)
Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompk bangsa, ras, kelompok, etnis, dan agama. Cara yang dilakukan dalam kejahatan genosida, misalnya ; membunuh, tindakan yang mengakibatkan penderitaan fisik atau mental, menciptakan kondisi yang berakibat kemusnahan fisik, memaksa tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran, memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain. Sedangkan yang dimaksud kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil. Kejahatan terhadap kemanusiaan misalnya:
1) pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, penyiksaan;
2) pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
3) perampasan kemerdekaan atau perampasan kemerdekaan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar ketentuan pokok hukum internasional;
4) perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara;
5) penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin, atau alasan lain yang diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;
6) penghilangan orang secara paksa (penangkapan, penahanan, atau penculikan disertai penolakan pengakuan melakukan tindakan tersebut dan pemberian informasi tentang nasib dan keberadaan korban dengan maksud melepaskan dari perlindungan hukum dalam waktu yang panjang);
7) kejahatan apartheid (penindasan dan dominasi oleh
suatu kelompok ras atas kelompok ras atau kelompok
lain dan dilakukan dengan maskud untuk mempertah-
an peraturan pemerintah yang sedang berkuasa atau
rezim).
Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa
dan memutus perkara pelanggaran HAM yang berat.
Pengadilan HAM juga berwenang memeriksa dan memutus
perkara pelanggaran HAM yang berat yang dilakukan
di luar batas territorial wilayah negara RI oleh Warga
Negara Indonesia (WNI). Disamping itu juga dikenal
Pengadilan HAM Ad Hoc, yang diberi kewenangan untuk
mengadili pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum
di undangkannya UURI Nomor 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan HAM. Oleh karena itu pelanggaran HAM berat
tidak mengenal kadaluwarsa. Dengan kata lain adanya
Pengadilan HAM Ad Hoc merupakan pemberlakuan asas
retroactive (berlaku surut) terhadap pelanggaran HAM
berat.
c. Komisi Nasional Perlindungan Anak dan Komisi
Perlindungan Anak Indonesia
Komisi National Perlindungan Anak (KNPA) ini
lahir berawal dari gerakan nasional perlindungan anak
yang sebenarnya telah dimulai sejak tahun
1997. Kemudian pada era reformasi, tanggung
jawab untuk memberikan perlindungan anak
diserahkan kepada masyarakat.
Tugas KNPA melakukan perlindungan
anak dari perlakuan, misalnya: diskriminasi,
eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual,
penelantaraan, kekejaman, kekerasan,
penganiayaan, ketidakadilan dan perlakuan salah yang
lain. KNPA juga yang mendorong lahirnya UURI Nomor 23
Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Disamping KNPA juga dikenal KPAI (Komisi
Perlindungan Anak Indonesia). KPAI dibentuk berdasarkan
amanat pasal 76 UU RI Nomor 23 Tahun 2002. Komisi Perlindungan Anak Indonesia bertugas :
a. melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlin-dungan anak
b. mengumpulkan data dan informasi, menerima penga-duan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.
c. memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak.
Misalnya untuk tugas memberikan masukan kepada Presiden/pemerintah KPAI meminta pemerintah segera membuat undang – undang larangan merokok bagi anak atau setidak-tidaknya memasukan pasal larangan merokok bagi anak dalam UU Kesehatan (yang sedang dalam proses amandemen) dan atau UU Kesejahteraan Sosial (yang sedang dalam proses pembuatan). KPAI sangat prihatin karena jumlah anak yang merokok cenderung semakin meningkat. KPAI menunjukan data perkembangan anak yang merokok dari tahun 2001–2004 sebagai berikut:
1) Jumlah perokok pemula usia 5-9 tahun meningkat 400% (dari 0,89% menjadi 1,8 %);
2) Perokok usia 10-14 tahun naik 21 % (dari 9,5 % menjadi 11,5 %);
3) Perokok usia 15-19 tahun naik menjadi 63,9% ;
KPAI juga mencatat konsumsi rokok tahun 2006 mencapai 230 milyar batang padahal tahun 1970 baru 33 milyar, akibatnya 43 juta anak terancam penyakit mematikan (Wawancara Ketua KPAI dengan RCTI tanggal 15 Februari 2008)
d. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan dibentuk berdasarkan Keppres Nomor 181 Tahun 1998. Dasar pertimbangan pembentukan Komisi Nasional ini adalah sebagai upaya mencegah terjadinya dan menghapus segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. Komisi Nasional ini bersifat independen dan bertujuan:
a. menyebarluaskan pemahaman tentang bentuk
kekerasan terhadap perempuan.
b. mengembangkan kondisi yang kondusif bagi
penghapusan bentuk kekerasan terhadap perempuan.
c. Meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan
segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan hak
asasi perempuan.
Dalam rangka mewujudkan tujuan di atas, Komisi
Nasional ini memiliki kegiatan sebagai berikut:
1) penyebarluasan pemahaman, pencegahan, penanggu-
langan, penghapusan segala bentuk kekerasan terha-
dap perempuan.
2) pengkajian dan penelitian terhadap berbagai instrumen
PBB mengenai perlindungan hak asasi manusia
terhadap perempuan.
3) pemantauan dan penelitian segala bentuk
kekerasan terhadap perempuan dan mem-
berikan pendapat, saran dan pertimba-
ngan kepada pemerintah.
4) penyebarluasan hasil pemantauan dan
penelitian atas terjadinya kekerasan ter-
hadap perempuan kepada masyarakat.
5) pelaksanaan kerjasama regional dan
internasional dalam upaya pencegahan
dan penanggulangan kekerasan terhadap perempuan.
e. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi dibentuk
berdasarkan UURI Nomor 27 Tahun 2004 tentang Komisi
Kebenaran dan Rekonsiliasi. Keberadan Komisi Kebenaran
dan Rekonsiliasi (KKR) untuk :
1) Memberikan alternatif penyelesaian pelanggaran HAM
berat di luar Pengadilan HAM ketika penyelesaian
pelanggaran HAM berat lewat pengadilan HAM dan
pengadilan HAM Ad Hoc mengalami kebuntuan;
2) Sarana mediasi antara pelaku dengan korban pelanggaran HAM berat untuk menyelesaikan di luar pengadilan HAM.
Dengan demikian diharapkan masalah pelanggaran HAM berat dapat diselesaikan, sebab kalau tidak dapat diselesaikan maka akan menjadi ganjalan bagi upaya menciptakan rasa keadilan dan kebenaran dalam masyarakat. Apabila rasa keadilan dan keinginan masyarakat untuk mengungkap kebenaran dapat diwujudkan, maka akan dapat diwujudkan rekonsiliasi (perdamaian/perukunan kembali). Rekonsiliasi ini penting agar kehidupan berbangsa dan bernegara dapat dihindarkan dari konflik dan dendam sejarah yang berkepanjangan antar sesama anak bangsa. Perdamaian sesama anak bangsa merupakan modal utama untuk membangun bangsa dan negara ini ke arah kemajuan dalam segala bidang.
f. LSM Pro-demokrasi dan HAM
Disamping lembaga penegakan hak asasi manusia yang dibentuk oleh pemerintah, masyarakat juga mendirikan berbagai lembaga HAM. Lembaga HAM bentukan masyarakat terutama dalam bentuk LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) atau NGO (Non Governmental Organization) yang programnya berfokus pada upaya pengembangan kehidupan yang demokratis (demokratisasi) dan pengembangan HAM. LSM ini sering disebut sebagai LSM Prodemokrasi dan HAM. Yang termasuk LSM ini antara lain YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia), Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan), Elsam (Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat), PBHI (Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Indonesia).
LSM yang menangani berbagai aspek HAM, sesuai dengan minat dan kemampuannya sendiri pada umumnya terbentuk sebelum didirikannya Komnas HAM.
Dalam pelaksanaan perlindungan dan penegakkan HAM, LSM tampak merupakan mitra kerja Komnas HAM. Misalnya, LSM mendampingi para korban pelanggaran HAM ke Komnas HAM.
Di berbagai daerah-pun kini telah berkembang pesat LSM dengan minat pada aspek HAM dan demokrasi maupun aspek kehidupan yang lain. Misalnya di Yogyakarta terdapat kurang lebih 22 LSM. LSM di daerah Yogyakarta ada yang merupakan cabang dari LSM Pusat (Nasional) juga ada yang berdiri sendiri.
a. Komnas HAM
Komisi Nasional (Komnas) HAM pada awalnya dibentuk dengan Keppres Nomor 50 Tahun 1993. Pembentukan komisi ini merupakan jawaban terhadap tuntutan masyarakat maupun tekanan dunia internasional tentang perlunya penegakan hak asasi manusia di Indonesia. Kemudian dengan lahirnya UURI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang didalamnya mengatur tentang Komnas HAM ( Bab VIII, pasal 75 s/d. 99) maka Komnas HAM yang terbentuk dengan Kepres tersebut harus menyesuaikan dengan UURI Nomor 39 Tahun 1999. Komnas HAM bertujuan:
1) membantu pengembangan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia.
2) meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.
Untuk melaksanakan tujuan tersebut, Komnas HAM melaksanakan fungsi sebagai berikut :
1) Fungsi pengkajian dan penelitian.
Untuk melaksanakan fungsi ini, Komnas HAM berwenang antara lain:
a) melakukan pengkajian dan penelitian berbagai instrumen internasional dengan tujuan memberikan saran - saran mengenai kemungkinan aksesi dan atau ratifikasi.
b) melakukan pengkajian dan penelitian berbagai peraturan perundang-undangan untuk memberikan rekomendasi mengenai pembentukan, perubahan dan pencabutan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak asasi manusia.
2) Fungsi penyuluhan.
Dalam rangka pelaksanaan fungsi ini, Komnas HAM berwenang:
a) menyebarluaskan wawasan mengenai hak asasi manusia kepada masyarakat Indonesia.
b) meningkatkan kesadaran masyarakat tentang hak asasi manusia melalui lembaga pendidikan formal dan non formal serta berbagai kalangan lainnya.
c) kerjasama dengan organisasi, lembaga atau pihak lain baik tingkat nasional, regional, maupun internasional dalam bidang hak asasi manusia.
3) Fungsi pemantauan.
Fungsi ini mencakup kewenangan antara lain:
a) pengamatan pelaksanaan hak asasi manusia dan penyusunan laporan hasil pengamatan tersebut.
b) penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul dalam masyarakat yang patut diduga terdapat pelanggaran hak asasi manusia.
c) pemanggilan kepada pihak pengadu atau korban maupun pihak yang diadukan untuk dimintai atau didengar keterangannya.
d) pemanggilan saksi untuk dimintai dan didengar kesaksiannya, dan kepada saksi pengadu diminta menyerahkan bukti yang diperlukan.
e) peninjauan di tempat kejadian dan tempat lainnya yang dianggap perlu.
f) pemanggilan terhadap pihak terkait untuk memberikan keterangan secara tertulis atau menyerahkan dokumen yang diperlukan sesuai dengan aslinya dengan persetujuan Ketua Pengadilan.
g) pemeriksaan setempat terhadap rumah, pekarangan, bangunan dan tempat lainnya yang diduduki atau dimiliki pihak tertentu dengan persetujuan Ketua Pengadilan.
h) pemberian pendapat berdasarkan persetujuan Ketua Pengadilan terhadap perkara tertentu yang sedang dalam proses peradilan, bilamana dalam perkara tersebut terdapat pelanggaran hak asasi manusia dalam masalah publik dan acara pemeriksaan oleh pengadilan yang kemudian pendapat Komnas HAM tersebut wajib diberitahukan oleh hakim kepada para pihak.
4) Fungsi mediasi.
Dalam melaksanakan fungsi mediasi Komnas HAM berwenang untuk melakukan :
a) perdamaian kedua belah pihak.
b) penyelesaian perkara melalui cara konsultasi, negosiasi, konsiliasi, dan penilaian ahli.
c) pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui pengadilan.
d) penyampaian rekomendasi atas sesuatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya.
e) penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada DPR RI untuk ditindaklanjuti.
Bagi setiap orang dan atau kelompok yang memiliki alasan kuat bahwa hak asasinya telah dilanggar dapat mengajukan laporan dan pengaduan lisan atau tertulis pada Komnas HAM. Pengaduan hanya akan dilayani apabila disertai dengan identitas pengadu yang benar dan keterangan atau bukti awal yang jelas tentang materi yang diadukan.
b. Pengadilan HAM
Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan peradilan umum dan berkedudukan di daerah kabupaten atau kota. Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus terhadap pelanggaran HAM berat yang meliputi kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan (UURI Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM)
Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompk bangsa, ras, kelompok, etnis, dan agama. Cara yang dilakukan dalam kejahatan genosida, misalnya ; membunuh, tindakan yang mengakibatkan penderitaan fisik atau mental, menciptakan kondisi yang berakibat kemusnahan fisik, memaksa tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran, memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain. Sedangkan yang dimaksud kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil. Kejahatan terhadap kemanusiaan misalnya:
1) pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, penyiksaan;
2) pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
3) perampasan kemerdekaan atau perampasan kemerdekaan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar ketentuan pokok hukum internasional;
4) perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara;
5) penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin, atau alasan lain yang diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;
6) penghilangan orang secara paksa (penangkapan, penahanan, atau penculikan disertai penolakan pengakuan melakukan tindakan tersebut dan pemberian informasi tentang nasib dan keberadaan korban dengan maksud melepaskan dari perlindungan hukum dalam waktu yang panjang);
7) kejahatan apartheid (penindasan dan dominasi oleh
suatu kelompok ras atas kelompok ras atau kelompok
lain dan dilakukan dengan maskud untuk mempertah-
an peraturan pemerintah yang sedang berkuasa atau
rezim).
Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa
dan memutus perkara pelanggaran HAM yang berat.
Pengadilan HAM juga berwenang memeriksa dan memutus
perkara pelanggaran HAM yang berat yang dilakukan
di luar batas territorial wilayah negara RI oleh Warga
Negara Indonesia (WNI). Disamping itu juga dikenal
Pengadilan HAM Ad Hoc, yang diberi kewenangan untuk
mengadili pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum
di undangkannya UURI Nomor 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan HAM. Oleh karena itu pelanggaran HAM berat
tidak mengenal kadaluwarsa. Dengan kata lain adanya
Pengadilan HAM Ad Hoc merupakan pemberlakuan asas
retroactive (berlaku surut) terhadap pelanggaran HAM
berat.
c. Komisi Nasional Perlindungan Anak dan Komisi
Perlindungan Anak Indonesia
Komisi National Perlindungan Anak (KNPA) ini
lahir berawal dari gerakan nasional perlindungan anak
yang sebenarnya telah dimulai sejak tahun
1997. Kemudian pada era reformasi, tanggung
jawab untuk memberikan perlindungan anak
diserahkan kepada masyarakat.
Tugas KNPA melakukan perlindungan
anak dari perlakuan, misalnya: diskriminasi,
eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual,
penelantaraan, kekejaman, kekerasan,
penganiayaan, ketidakadilan dan perlakuan salah yang
lain. KNPA juga yang mendorong lahirnya UURI Nomor 23
Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Disamping KNPA juga dikenal KPAI (Komisi
Perlindungan Anak Indonesia). KPAI dibentuk berdasarkan
amanat pasal 76 UU RI Nomor 23 Tahun 2002. Komisi Perlindungan Anak Indonesia bertugas :
a. melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlin-dungan anak
b. mengumpulkan data dan informasi, menerima penga-duan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.
c. memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak.
Misalnya untuk tugas memberikan masukan kepada Presiden/pemerintah KPAI meminta pemerintah segera membuat undang – undang larangan merokok bagi anak atau setidak-tidaknya memasukan pasal larangan merokok bagi anak dalam UU Kesehatan (yang sedang dalam proses amandemen) dan atau UU Kesejahteraan Sosial (yang sedang dalam proses pembuatan). KPAI sangat prihatin karena jumlah anak yang merokok cenderung semakin meningkat. KPAI menunjukan data perkembangan anak yang merokok dari tahun 2001–2004 sebagai berikut:
1) Jumlah perokok pemula usia 5-9 tahun meningkat 400% (dari 0,89% menjadi 1,8 %);
2) Perokok usia 10-14 tahun naik 21 % (dari 9,5 % menjadi 11,5 %);
3) Perokok usia 15-19 tahun naik menjadi 63,9% ;
KPAI juga mencatat konsumsi rokok tahun 2006 mencapai 230 milyar batang padahal tahun 1970 baru 33 milyar, akibatnya 43 juta anak terancam penyakit mematikan (Wawancara Ketua KPAI dengan RCTI tanggal 15 Februari 2008)
d. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan dibentuk berdasarkan Keppres Nomor 181 Tahun 1998. Dasar pertimbangan pembentukan Komisi Nasional ini adalah sebagai upaya mencegah terjadinya dan menghapus segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. Komisi Nasional ini bersifat independen dan bertujuan:
a. menyebarluaskan pemahaman tentang bentuk
kekerasan terhadap perempuan.
b. mengembangkan kondisi yang kondusif bagi
penghapusan bentuk kekerasan terhadap perempuan.
c. Meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan
segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan hak
asasi perempuan.
Dalam rangka mewujudkan tujuan di atas, Komisi
Nasional ini memiliki kegiatan sebagai berikut:
1) penyebarluasan pemahaman, pencegahan, penanggu-
langan, penghapusan segala bentuk kekerasan terha-
dap perempuan.
2) pengkajian dan penelitian terhadap berbagai instrumen
PBB mengenai perlindungan hak asasi manusia
terhadap perempuan.
3) pemantauan dan penelitian segala bentuk
kekerasan terhadap perempuan dan mem-
berikan pendapat, saran dan pertimba-
ngan kepada pemerintah.
4) penyebarluasan hasil pemantauan dan
penelitian atas terjadinya kekerasan ter-
hadap perempuan kepada masyarakat.
5) pelaksanaan kerjasama regional dan
internasional dalam upaya pencegahan
dan penanggulangan kekerasan terhadap perempuan.
e. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi dibentuk
berdasarkan UURI Nomor 27 Tahun 2004 tentang Komisi
Kebenaran dan Rekonsiliasi. Keberadan Komisi Kebenaran
dan Rekonsiliasi (KKR) untuk :
1) Memberikan alternatif penyelesaian pelanggaran HAM
berat di luar Pengadilan HAM ketika penyelesaian
pelanggaran HAM berat lewat pengadilan HAM dan
pengadilan HAM Ad Hoc mengalami kebuntuan;
2) Sarana mediasi antara pelaku dengan korban pelanggaran HAM berat untuk menyelesaikan di luar pengadilan HAM.
Dengan demikian diharapkan masalah pelanggaran HAM berat dapat diselesaikan, sebab kalau tidak dapat diselesaikan maka akan menjadi ganjalan bagi upaya menciptakan rasa keadilan dan kebenaran dalam masyarakat. Apabila rasa keadilan dan keinginan masyarakat untuk mengungkap kebenaran dapat diwujudkan, maka akan dapat diwujudkan rekonsiliasi (perdamaian/perukunan kembali). Rekonsiliasi ini penting agar kehidupan berbangsa dan bernegara dapat dihindarkan dari konflik dan dendam sejarah yang berkepanjangan antar sesama anak bangsa. Perdamaian sesama anak bangsa merupakan modal utama untuk membangun bangsa dan negara ini ke arah kemajuan dalam segala bidang.
f. LSM Pro-demokrasi dan HAM
Disamping lembaga penegakan hak asasi manusia yang dibentuk oleh pemerintah, masyarakat juga mendirikan berbagai lembaga HAM. Lembaga HAM bentukan masyarakat terutama dalam bentuk LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) atau NGO (Non Governmental Organization) yang programnya berfokus pada upaya pengembangan kehidupan yang demokratis (demokratisasi) dan pengembangan HAM. LSM ini sering disebut sebagai LSM Prodemokrasi dan HAM. Yang termasuk LSM ini antara lain YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia), Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan), Elsam (Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat), PBHI (Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Indonesia).
LSM yang menangani berbagai aspek HAM, sesuai dengan minat dan kemampuannya sendiri pada umumnya terbentuk sebelum didirikannya Komnas HAM.
Dalam pelaksanaan perlindungan dan penegakkan HAM, LSM tampak merupakan mitra kerja Komnas HAM. Misalnya, LSM mendampingi para korban pelanggaran HAM ke Komnas HAM.
Di berbagai daerah-pun kini telah berkembang pesat LSM dengan minat pada aspek HAM dan demokrasi maupun aspek kehidupan yang lain. Misalnya di Yogyakarta terdapat kurang lebih 22 LSM. LSM di daerah Yogyakarta ada yang merupakan cabang dari LSM Pusat (Nasional) juga ada yang berdiri sendiri.
Label:
PKN
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment