SMP - Perbedaan pendapat mengenai apakah Archaeopteryx merupakan hewan peralihan antara dinosaurus dan burung sudah berlangsung lebih dari 150 tahun. Namunsekarang para ilmuwan sudah menemukan bukti baru tentang hewan purba ini.
Penelitian yang dilakukan oleh sekelompok peneliti dari Brown University itu dipublikasikan dalam jurnal Nature Communications. Seperti diberitakan oleh Dailymail, Rabu (25/1/2012). Para ilmuwan meggunakan mikroskop untuk mencari gambaran mengenai bulu burung purba tersebut. Hasilnya, mereka menemukan bahwa Archaeopteryx yagn diperdebatkan itu memiliki bulu-bulu kaku berwarna hitam, seperti yang dimiliki burung zaman sekarang.
Menurut para ilmuwan, karakter yang membuat Archeopteryx dinilai sebagai penghubung evolusi dari dinosaurus ke burung, adalah kombinasi bentuk fitur tubuh reptil (gigi, cakar, dan ekor bertulang) dengan fitur tubuh burung (sayap berbulu dan tulang berbentuk Y).
Mereka mencoba mencari gambaran melanosomes (organel yang mengandung pigmen) yang dikandung fosil tersebut dan mengalami dua kali kegagalan. Kemudian, dengan memakai mikroskop elektron berkekuatan tinggi, kelompok peneliti itu berhasil menemukan ratusan potongan struktur yang masih tertutup oleh fosil bulu Archaeopteryx.
"Hal yang paling mempesonakan adalah saat ketiga kalinya kami mencoba, dan akhirnya kami menemukan kunci untuk mengungkap warna asli dari bulu yang terperangkap di bebatuan selama 150 juta tahun. Penemuan kami adalah bulu tersebut diperkirakan 95 persen berwarna hitam," terang Ryan Carney, Evolutionary Biologist di Brown University, sekaligus pimpinan penelitian tersebut.
"Jika Archaeopteryx mengepakkan sayapnya atau meluncur di udara, kehadiran sel-sel ini akan memberi struktur pendukung di bulunya," tambahnya.
Namun, Carney berpendapat hal tersebut belum bisa dijadikan bukti bahwa Archaeopteryx adalah hewan penerbang. Mewakili rekan-rekannya, dia mengungkapkan bahwa, "melanosomes menyediakan tenaga tambahan dan ketahanan terhadap abrasi yang terjadi ketika terbang, serta menjelaskan alasan mengapa bagian bulu sayap dan ujungnyalah yang paling banyak mengandung pigmen."
1/26/2012
Bulu Burung Purba Archaeopteryx Berwarna Hitam
SMP - Perbedaan pendapat mengenai apakah Archaeopteryx merupakan hewan peralihan antara dinosaurus dan burung sudah berlangsung lebih dari 150 tahun. Namunsekarang para ilmuwan sudah menemukan bukti baru tentang hewan purba ini.
Penelitian yang dilakukan oleh sekelompok peneliti dari Brown University itu dipublikasikan dalam jurnal Nature Communications. Seperti diberitakan oleh Dailymail, Rabu (25/1/2012). Para ilmuwan meggunakan mikroskop untuk mencari gambaran mengenai bulu burung purba tersebut. Hasilnya, mereka menemukan bahwa Archaeopteryx yagn diperdebatkan itu memiliki bulu-bulu kaku berwarna hitam, seperti yang dimiliki burung zaman sekarang.
Menurut para ilmuwan, karakter yang membuat Archeopteryx dinilai sebagai penghubung evolusi dari dinosaurus ke burung, adalah kombinasi bentuk fitur tubuh reptil (gigi, cakar, dan ekor bertulang) dengan fitur tubuh burung (sayap berbulu dan tulang berbentuk Y).
Mereka mencoba mencari gambaran melanosomes (organel yang mengandung pigmen) yang dikandung fosil tersebut dan mengalami dua kali kegagalan. Kemudian, dengan memakai mikroskop elektron berkekuatan tinggi, kelompok peneliti itu berhasil menemukan ratusan potongan struktur yang masih tertutup oleh fosil bulu Archaeopteryx.
"Hal yang paling mempesonakan adalah saat ketiga kalinya kami mencoba, dan akhirnya kami menemukan kunci untuk mengungkap warna asli dari bulu yang terperangkap di bebatuan selama 150 juta tahun. Penemuan kami adalah bulu tersebut diperkirakan 95 persen berwarna hitam," terang Ryan Carney, Evolutionary Biologist di Brown University, sekaligus pimpinan penelitian tersebut.
"Jika Archaeopteryx mengepakkan sayapnya atau meluncur di udara, kehadiran sel-sel ini akan memberi struktur pendukung di bulunya," tambahnya.
Namun, Carney berpendapat hal tersebut belum bisa dijadikan bukti bahwa Archaeopteryx adalah hewan penerbang. Mewakili rekan-rekannya, dia mengungkapkan bahwa, "melanosomes menyediakan tenaga tambahan dan ketahanan terhadap abrasi yang terjadi ketika terbang, serta menjelaskan alasan mengapa bagian bulu sayap dan ujungnyalah yang paling banyak mengandung pigmen."
Penelitian yang dilakukan oleh sekelompok peneliti dari Brown University itu dipublikasikan dalam jurnal Nature Communications. Seperti diberitakan oleh Dailymail, Rabu (25/1/2012). Para ilmuwan meggunakan mikroskop untuk mencari gambaran mengenai bulu burung purba tersebut. Hasilnya, mereka menemukan bahwa Archaeopteryx yagn diperdebatkan itu memiliki bulu-bulu kaku berwarna hitam, seperti yang dimiliki burung zaman sekarang.
Menurut para ilmuwan, karakter yang membuat Archeopteryx dinilai sebagai penghubung evolusi dari dinosaurus ke burung, adalah kombinasi bentuk fitur tubuh reptil (gigi, cakar, dan ekor bertulang) dengan fitur tubuh burung (sayap berbulu dan tulang berbentuk Y).
Mereka mencoba mencari gambaran melanosomes (organel yang mengandung pigmen) yang dikandung fosil tersebut dan mengalami dua kali kegagalan. Kemudian, dengan memakai mikroskop elektron berkekuatan tinggi, kelompok peneliti itu berhasil menemukan ratusan potongan struktur yang masih tertutup oleh fosil bulu Archaeopteryx.
"Hal yang paling mempesonakan adalah saat ketiga kalinya kami mencoba, dan akhirnya kami menemukan kunci untuk mengungkap warna asli dari bulu yang terperangkap di bebatuan selama 150 juta tahun. Penemuan kami adalah bulu tersebut diperkirakan 95 persen berwarna hitam," terang Ryan Carney, Evolutionary Biologist di Brown University, sekaligus pimpinan penelitian tersebut.
"Jika Archaeopteryx mengepakkan sayapnya atau meluncur di udara, kehadiran sel-sel ini akan memberi struktur pendukung di bulunya," tambahnya.
Namun, Carney berpendapat hal tersebut belum bisa dijadikan bukti bahwa Archaeopteryx adalah hewan penerbang. Mewakili rekan-rekannya, dia mengungkapkan bahwa, "melanosomes menyediakan tenaga tambahan dan ketahanan terhadap abrasi yang terjadi ketika terbang, serta menjelaskan alasan mengapa bagian bulu sayap dan ujungnyalah yang paling banyak mengandung pigmen."
Label:
IPTEK
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment